Bagaimana Ilmuwan Memperkirakan Usia Fosil? Ternyata Begini
Para ilmuwan, seperti arkeolog atau paleontologis, sering kali menemukan fosil dan artefak peninggalan masa lalu.
Meski tidak hidup di masa tersebut, para ilmuwan mampu memperkirakan usia dari peninggalan-peninggalan yang ditemukan.
Usia fosil maupun artefak tersebut bervariasi dari ribuan hingga ratusan juta tahun yang lalu. Namun, bagaimana mereka bisa menentukan usia tersebut?
Apa itu fosil?
Fosil adalah bukti fisik tumbuhan atau hewan prasejarah, berupa sisa tubuh yang terawetkan atau jejak-jejak lainnya.
Dikutip dari Kompas.com (11/10/2023), sisa-sisa fosil, termasuk fosil tulang, cangkan, dan gigi, dikenal sebagai fosil tubuh. Tanda-tanda fosil tumbuhan atau hewan lainnya disebut fosil jejak.
Sementara fosil jejak dinosaurus termasuk jejak kaki, jejak kulit atau bulunya, dan kotoran yang disebut koprolit.
Berkat fosil, para ilmuwan saat ini dapat mengetahui tentang kehidupan dinosaurus yang hidup jutaan tahun yang lalu.
Penciptaan fosil dapat terjadi dengan berbagai cara, namun semua fosil berasal dari benda-benda yang hidup pada zaman geologis di masa lampau.Mereka bisa memiliki ukuran sekecil sel tunggal hingga sebesar kerangka dinosaurus atau pohon yang membatu.
Cara ilmuwan menentukan usia fosil
Dilansir dari laman Scientific American, saat memeriksa sisa-sisa dari masa lalu, para ahli menggunakan penanggalan radiometrik.
Itu adalah teknik serbaguna yang melibatkan penghitungan atom radioaktif dari unsur-unsur tertentu yang masih ada dalam sampel.
Untuk sisa-sisa manusia atau hewan dan artefak dari sekitar 50.000 tahun terakhir, para peneliti melihat tingkat karbon 14 dalam sampel, disebut juga “radiokarbon.
Saat hidup, hewan dan tumbuhan memiliki karbon 14 yang sama dengan lingkungannya. Tetapi ketika mati, mereka berhenti mengonsumsi radiokarbon dan proses radioaktivitas dimulai.Jadi para peneliti membandingkan jumlah karbon 14 dengan kadar karbon 12 dan karbon 13 untuk menentukan berapa banyak waktu yang telah berlalu sejak suatu organisme binasa.
Dengan menggunakan spektrometer massa akselerator, para peneliti dapat dengan mudah mengukur radiokarbon dalam sampel.
Tugas yang lebih sulit adalah memperkirakan berapa banyak karbon yang seharusnya ada di lingkungan saat organisme tersebut masih hidup, yang kemudian dapat berfungsi sebagai dasar perbandingan.
Para peneliti telah merancang kurva kalibrasi yang menunjukkan bagaimana konsentrasi karbon 14 di lingkungan telah berubah seiring waktu.
Untuk mencapai penanggalan yang paling tepat, mereka juga mempertimbangkan faktor-faktor yang menyebabkan variasi lokal dalam radiokarbon atmosfer.
Untuk merekonstruksi garis waktu suatu situs, tidak ada metode yang lebih baik di luar sana selain menggunakan penanggalan radiokarbon pada tulang, kain, benih, dan bahan organik lainnya yang ditemukannya.
Namun, di situs yang berusia lebih dari 50.000 tahun, hampir semua karbon 14 dalam organisme yang mati telah membusuk, sehingga harus beralih ke unsur-unsur yang berumur lebih panjang.
SUMBER: KOMPAS.COM