Asal Usul Aturan Mahasiswa Beasiswa ITB Wajib Kerja Paruh Waktu
Institut Teknologi Bandung atau ITB menerapkan aturan baru yang mewajibkan mahasiswa penerima beasiswa Uang Kuliah Tunggal disingkat UKT untuk bekerja paruh waktu di kampus.
Kebijakan ini memicu protes dari Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB), yang menilai aturan tersebut tidak sejalan dengan prinsip keadilan bagi mahasiswa. Mereka menganggap bantuan keringanan UKT seharusnya diberikan tanpa syarat timbal balik berupa kerja paruh waktu.
Bagaimana Aturannya?
Aturan baru ini mewajibkan sekitar 5.500 mahasiswa penerima beasiswa UKT di ITB untuk bekerja paruh waktu sebagai bentuk kontribusi kepada kampus. Menurut surat yang dikirim Direktorat Pendidikan ITB, mahasiswa diwajibkan bekerja selama maksimal dua jam per minggu.
Pekerjaan tersebut bervariasi, mulai dari asisten mata kuliah atau praktikum, hingga tugas administratif dan membantu bimbingan akademik di berbagai unit kerja kampus.
Mahasiswa yang bekerja paruh waktu diharapkan berkontribusi pada pengembangan akademik dan non-akademik di ITB. Meskipun tidak diberikan upah, pihak kampus menyatakan bahwa program ini dimaksudkan untuk memberi mahasiswa pengalaman kerja yang relevan dan membantu mereka lebih menghargai beasiswa yang diterima. Namun, banyak mahasiswa menganggap aturan ini seharusnya bersifat sukarela, bukan kewajiban.
Dalam audiensi dengan KM ITB, pimpinan kampus menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan “hak pimpinan” yang tidak memerlukan persetujuan dari mahasiswa. Meskipun demikian, implementasi aturan ini saat ini ditunda untuk menampung masukan dari berbagai pihak.
“Dengan demikian, mahasiswa penerima bantuan juga akan berperan dalam membangun atmosfer akademik yang positif di ITB, sekaligus memperkaya pengalaman mereka untuk masa depan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Naomi Haswanto lewat keterangan tertulis pada Rabu, 25 September 2025.
Asal Muasal Aturan
Kewajiban kerja paruh waktu bagi mahasiswa penerima beasiswa UKT ini diatur dalam Peraturan Rektor ITB Nomor 316/ITl.NPER/2022 tentang Kemahasiswaan ITB, khususnya pada pasal 5 ayat 4 c dan d. Dalam aturan tersebut, mahasiswa sarjana yang mendapatkan beasiswa wajib berkontribusi kepada kampus melalui kerja paruh waktu sesuai keahlian atau kriteria yang ditentukan unit terkait. Waktu kerja maksimal adalah 10 jam per minggu.
Bagi mahasiswa tingkat magister dan doktor, kontribusi ini dilakukan melalui kegiatan seperti menjadi asisten pengajar, asisten praktikum, atau terlibat dalam penelitian yang dikoordinasikan oleh pembimbing. Pihak kampus menegaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memberikan mahasiswa pengalaman dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam kegiatan akademik dan non-akademik di kampus.
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Naomi Haswanto, kebijakan ini merupakan bagian dari sistem bantuan keuangan yang dirancang untuk mengintegrasikan berbagai program bantuan yang ada di ITB. Sistem ini juga mencakup program kerja paruh waktu, yang dirancang agar mahasiswa penerima beasiswa dapat berkontribusi pada kampus sambil mendapatkan pengalaman kerja yang relevan.
Kontroversi dan Penundaan
Protes terhadap aturan ini muncul karena dinilai tidak ada sosialisasi yang memadai sebelum kebijakan diterapkan. KM ITB menuntut agar kerja paruh waktu bagi mahasiswa penerima beasiswa bersifat sukarela, tanpa ada konsekuensi terhadap hak pengurangan UKT yang mereka miliki.
Mereka juga menyuarakan bahwa kewajiban kerja paruh waktu ini seharusnya tidak menjadi beban tambahan bagi mahasiswa yang sudah memiliki jadwal kuliah yang padat.
“Pekerjaan paruh waktu yang dilakukan oleh mahasiswa kepada ITB harus bersifat sukarela, tanpa paksaan, dan tanpa konsekuensi terhadap hak pengurangan UKT yang dimiliki mahasiswa,” kata Ketua Kabinet KM ITB Fidela Marwa Huwaida secara tertulis, Rabu malam, 25 September 2024.
Selain itu, KM ITB menolak gagasan bahwa kebijakan ini adalah bentuk “timbal balik moral” bagi mahasiswa yang telah menerima bantuan UKT. Mereka menilai bahwa bantuan UKT seharusnya diberikan tanpa syarat seperti ini, karena mahasiswa telah memiliki hak atas keringanan biaya berdasarkan kondisi finansial mereka.
Meskipun kebijakan ini masih dalam tahap penundaan, pihak ITB mengimbau agar masyarakat, termasuk mahasiswa dan orang tua, tetap mengikuti informasi resmi dari kampus. ITB juga membuka ruang dialog untuk menerima masukan dari mahasiswa dan pihak terkait demi mencari solusi terbaik untuk kebijakan ini.
sumber: tempo.co