BRIN Kembangakan Hilirisasi Rumput Laut Lewat Inovasi Riset Bioindustri di Lombok
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan inovasi bioindustri berbasis rumput laut melalui riset terpadu dari hulu hingga hilir.
Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat, Fahrurozi dalam Forum Group Discussion (FGD) “Ekonomi Biru: Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Rumput Laut dan Garam” yang digelar di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Rabu (30/10).
Fahrurozi menjelaskan, BRIN telah mendirikan pusat riset di Lombok yang difokuskan kepada pemanfaatan biota laut untuk mendukung industri pangan, kosmetik, biomaterial, hingga bioenergi.
Pusat riset ini memiliki fasilitas laboratorium lengkap dengan alat analisis seperti HPLC dan GC yang dapat digunakan untuk berbagai penelitian biota laut, termasuk mikroalga, rumput laut, dan teripang.
Fahrurozi menerangkan, riset di Lombok difokuskan pada beberapa komoditas utama, termasuk mikroalga, rumput laut, dan teripang yang memiliki banyak manfaat bioperspektif, baik untuk pangan, functional food, biostimulan, bioplastik, hingga energi.
“Mengapa kami memilih rumput laut dan teripang? Karena potensi besar mereka sebagai bahan baku untuk berbagai produk inovatif di bio-industri,” ungkap Fahrurozi dalam keterangannya.
Di pusat riset bioindustri Lombok, Fahrurozi menguraikan berbagai produk turunan rumput laut yang telah dikembangkan, di antaranya berupa produk kosmetik, nutrasetikal, biostimulan, biomaterial, dan bioenergi.
Produk seperti yogurt dari rumput laut, abon laut, tortilla laut, hingga kosmetik dari ekstrak picoeritin merupakan beberapa inovasi yang siap dikembangkan bersama industri dan UMKM lokal.
Fahrurozi juga menyoroti peluang besar untuk mengembangkan biskuit bergizi tinggi dari rumput laut untuk mencegah stunting di wilayah pesisir.
Selain itu, pihaknya juga mengembangkan beras analog dari rumput laut yang diharapkan menjadi alternatif substitusi pangan yang sudah siap dihilirkan dan sudah mendapatkan paten.
“Kami ingin melibatkan UMKM dan industri lokal di Lombok dan NTB untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Jadi sudah lumayan banyak produk yang nanti mungkin ini untuk bisa di-upscaling, dikembangkan nanti untuk masyarakat di NTB,” tandas Fahrurozi.
Sebagai bagian dari upaya hilirisasi dan kolaborasi internasional, BRIN berencana mendirikan International Tropical Seaweed Research Center di Lombok.
Fasilitas ini diharapkan akan menjadi pusat riset rumput laut tropis dari pengembangan bibit hingga proses hilir, dengan produk akhir seperti biostimulan, pangan, nutrasetikal, dan bioenergi.
Rencana tersebut diharapkan memperkuat posisi Indonesia sebagai penghasil rumput laut terbesar kedua di dunia, dengan potensi lebih dari 12 juta hektare lahan yang belum sepenuhnya termanfaatkan.
Dengan produksi rumput laut sebesar 9,6 juta ton pada 2022, dan kontribusi devisa mencapai 400 juta dolar pada 2023, rumput laut dinilai sebagai komoditas strategis.
Fahrurozi optimistis, jika riset dan hilirisasi terus dikembangkan, maka sektor ini dapat membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir.
Fahrurozi mengajak semua pihak, termasuk UMKM, untuk memanfaatkan peluang besar di industri rumput laut.
“Rumput laut adalah masa depan, potensi dan keunikannya akan membantu meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global,” pungkasnya. (jml)
sumber: kompas.com