Jokowi Bantah Ekspor Pasir Laut tapi Sedimen, Apa Bedanya?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah pemerintah membuka keran ekspor pasit laut yang sebelumnya dilarang sejak 2007.
Menurutnya, yang diekspor bukan pasir laut melainkan sedimen yang mengganggu jalur pelayaran kapal.
“Itu bukan pasir laut ya, yang dibuka itu sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal,” kata Jokowi, diberitakan Kompas.com, Selasa (17/9/2024).
Jokowi menyebut sedimen dan pasir laut sebagai dua hal yang berbeda. Dia menuturkan, sedimen berwujud seperti pasir tapi tidak bisa disebut sebagai pasir laut.
Lalu, benarkah sedimen laut yang ingin diekspor Jokowi berbeda dari pasir laut sehingga tidak berdampak bagi lingkungan?
Apa perbedaan pasir laut dan sedimen laut?
Peneliti Ahli Utama Bidang Oseanografi Terapan dan Manajemen Pesisir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Widodo Pranowo mengungkapkan, pasir laut adalah salah satu komponen fisik dari ekosistem pesisir dan lautan.
Menurutnya, pasir laut berperan penting bagi ekosistem biota laut. Salah satunya sebagai tempat tumbuhnya lamun atau sea grass penghasil oksigen.
Sebaliknya, Widodo menyebut, sedimentasi adalah proses pembentukan atau pengendapan sedimen.
Butiran sedimen salah satunya terbentuk dari biota dan flora laut yang mati, terurai, lalu mengendap di dasar laut.
“Proses pembentukan dan pengendapan sedimen bisa secara biogeokimia dan atau secara fisika. Kecepatan pengendapan sangat tergantung ukuran butir sedimen tersebut,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/9/2024).
Widodo menuturkan, butir sedimen hasil proses sedimentasi memiliki ukuran beragam mulai dari batuan besar, kerikil, pasir, lumpur, lempung, hingga debu.
Dia menyebut, Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2023 yang mengatur ekspor pasit laut mengartikan hasil sedimentasi laut sebagai sedimen di laut berupa material alami yang terbentuk lewat proses pelapukan dan erosi yang terdistribusi oleh dinamika laut.
“Sehingga bisa diinterpretasikan, semua material alami batu, pasir, lanau, dan lempung dalam PP tersebut dapat diambil dan dikelola oleh pengusaha, bukan hanya pasir saja,” lanjut dia.
Widodo menambahkan, pemerintah mungkin mengizinkan ekspor sedimen atau pasir laut dengan dalih menjaga ekosistem laut agar sehat.
Namun, pengusaha yang mengekspornya tentu ingin material sedimen pasir yang bernilai ekonomis.
Tidak mungkin ekspor selain pasir laut
Dihubungi terpisah, ahli oseanografi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) Institut Pertanian Bogor (IPB) Tri Prartono membenarkan sedimen sebagai semua materi yang diendapkan di dasar laut. Endapan itu bisa berupa lumpur, pasir, dan batu.
“Nama pasir sendiri itu dalam ilmu pengetahuan adalah butiran dengan ukuran tertentu. Jadi apapun dengan ukuran tersebut dikatakan pasir, bisa berupa batu, kapur, dan lain-lain,” ungkapnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2024, pemerintah mengatur ekspor pasir alam yang berasal dari hasil sedimentasi di laut berukuran butiran D50< 0,25 mm atau D50> 2,0 mm.
Menurut penuturan Tri, ukuran butiran tersebut termasuk dalam sedimen yang diklasifikasikan sebagai pasir atau sand dengan tipe sangat halus, halus, sedang, kasar, dan sangat kasar.
Tri menegaskan, tidak ada pengusaha yang mau mengekspor lumpur hasil sedimen laut dari Indonesia. Ia menyebut, pengusaha pasti mencari pasir laut, bukan sedimen laut.
“Sepahaman saya, ekspor pasir itu untuk reklamasi. Jika demikian, maka yang dibutuhkan adalah pasir. Tidak mungkin reklamasi pakai lumpur,” tegas dia.
Dampak ekspor pasir laut
Tri menambahkan, pengerukan pasir laut terkadang dilakukan pemerintah di pelabuhan yang digunakan sebagai alur pelayaran. Tujuannya bisa jadi untuk membersihkan pengendapan.
“Namun apa pun alasan (ekspor pasir laut), pengerukan akan memberikan dampak yang dikhawatirkan banyak orang,” terang dia.
Tri menyebut, dampak pengerukan pasir laut untuk ekspor antara lain berupa air laut menjadi keruh atau terjadi longsor di bentang dasar laut.
Guru Besar Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Institut Teknologi Bandung (ITB) Prihadi Soemintadiredja menambahkan, sedimentasi terbentuk akibat erosi batuan di darat yang mengalir lewat sungai dan diendapkan ke laut.
“Pasir laut adalah pasir yang sudah berada di laut. (Pasir laut dan sedimentasi pasir) sama-sama berukuran pasir,” ungkapnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.
Prihadi membenarkan, pasir laut terkadang dikeruk untuk membuat jalur masuk bagi kapal besar yang butuh kedalaman laut tertentu untuk bisa berlayar.
Namun, dia mengungkapkan, pasir laut yang diambil secara acak bisa menambah luas daratan negara lain.
Di sisi lain, Prihadi menyebut praktik ekspor pasir laut dapat merugikan negara asal jika ditemukan material berharga dari pasir laut yang diekspor ke luar negeri.
Sebab, Indonesia suatu ketika bisa perlu membeli material berharga itu dengan harga tinggi, meski bahan mentahnya berasal dari dalam negeri sendiri.
sumber: kompas.com