Blog

Mengapa kampus harus menolak konsesi tambang dari pemerintah?

Sejumlah pengamat mendesak DPR segera membatalkan Revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba) karena dianggap tidak ada urgensinya dan membahayakan independensi perguruan tinggi yang selama ini melakukan kritik sosial.

Sebelumnya DPR bakal mengesahkan RUU Minerba tingkat satu pada Selasa (21/01) malam, sebelum dibawa ke Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi undang-undang.

Pembahasan revisi aturan ini “dikebut dalam satu malam”.

Kepala Divisi Hukum dari Jatam, Muhammad Jamil, juga meminta seluruh universitas di Indonesia menolak usulan ini demi menghindari terjadinya konflik kepentingan.

Sedangkan Direktur Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bakhtiar, menduga pemberian konsesi tambang kepada kampus dan UMKM hanya dalih pemerintah untuk bagi-bagi bisnis tambang.

Kampus bakal jadi ‘stempel’ penambangan yang merusak

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai revisi UU Minerba yang keempat kalinya ini tidak bisa semata dibaca sebagai langkah untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-XVIII/2020 serta Nomor 37/PUU-XIX/2021.

Sebab dua putusan itu sama sekali tidak terkait dengan perluasan pemberian izin pengelolaan tambang kepada kampus maupun usaha kecil, mikro, dan menengah.

Kepala Divisi Hukum dari Jatam, Muhammad Jamil, menilai pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi dan UMKM justru untuk dijadikan “stempel” dalam rangka melancarkan proses pertambangan batubara yang memiliki daya rusak sangat besar, merusak lingkungan, bahkan mematikan.

“Terkonfirmasi bahwa ada 59 anak di Kalimantan Timur yang sampai hari ini tidak mendapatkan keadilan,” ujar Muhammad Jamil kepada BBC News Indonesia.

“Dan di tengah dunia meninggalkan batubara, justru ormas keagamaan yang dipercaya publik, termasuk perguruan tinggi ditarik menjadi bagian stempel pembenaran bahwa [menambang] telah mendapatkan legitimasi.”Kendaraan pertambangan memuat material batubara.

Kendaraan pertambangan memuat material batubara.© Getty Images

Itu mengapa Jamil meminta seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia untuk berani menolak usulan tersebut.

Sebab bagaimanapun, katanya, kampus memiliki tugas berat sebagai pendidik.

“Perguruan tinggi harus berani menyatakan bahwa tugas kami adalah menjalankan mandat sesuai konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa.”

Ia juga bilang untuk mengelola tambang dibutuhkan sumber daya dan dana yang besar. Sebab industri ekstraktif ini termasuk padat modal.

Dalam konteks itu, Jamil ragu kampus bisa memenuhi hal tersebut jika tidak berkongsi dengan perusahaan lain.

Pada situasi tersebut maka perguruan tinggi akan kehilangan independensi serta daya kritisnya. Bahkan, klaimnya, terbuka kemungkinan akan terjadi konflik terbuka antara masyarakat dengan perguruan tinggi.

“Karena tambang ini tidak berada di ruang hampa, sudah diketahui bahwa tambang menciptakan konflik dan kesakitan kepada masyarakat.”

“Sebab konsesi yang diberikan berada di wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) alias kontrak-kontrak zaman dulu.”

“Dan itu semua punya catatan penderitaan lintas generasi. Bahkan wilayah itu belum terpulihkan. Kalau diberikan kepada perguruan tinggi akan melipatgandakan derita.”

“Artinya tujuan perguruan tinggi melakukan pengabdian ke masyarakat, justru berkonflik secara terbuka dengan rakyat.”

Direktur Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bakhtiar, juga sependapat.

Dia berkata proses pembahasan RUU Minerba ini melanggar tahapan proses pembentukan perundang-undangan. Sebab lazimnya pembuatan undang-undang harus melalui tahapan program legislasi nasional.

Sementara RUU Minerba digeber tanpa masuk prolegnas terlebih dahulu dan jika terjadi kekosongan hukum. Adapun beleid ini, klaimnya, tidak melihat hal tersebut.

“UU Minerba tidak mengalami masalah konstitusional, terutama sejak 2024 lalu, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan soal pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi masyarakat,” ujar Bisman.

“Sebenarnya secara formil ini tidak cepat, secara material ini terlalu dipaksakan,” sambungnya.

Bisman menilai pemberian konsesi tambang batubara kepada perguruan tinggi dan UMKM hanya dalih pemerintah untuk bagi-bagi bisnis tambang.

“Jadi ini betul-betul membuka keran siapapun akan bisa diberi lokasi tambang oleh pemerintah sepanjang pemerintah berkehendak.”

DPR kebut pembahasan revisi UU Minerba

Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan.

Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan.© KOMPAS.COM

DPR dilaporkan bakal mengesahkan Revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba) tingkat satu pada Selasa (21/01) malam, sebelum dibawa ke Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi undang-undang.

Pembahasan revisi aturan ini “dikebut dalam satu malam” atau sejak pukul 11:00 WIB hingga 23:14 WIB.

Beberapa usulan baru yang masuk dalam draf perubahan tersebut di antaranya:

Pertama, percepatan hilirisasi mineral dan batubara.

Kedua, aturan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Ketiga, memprioritaskan pemberian IUP kepada perguruan tinggi.

Keempat, pemberian IUP untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan luas kurang dari 2.500 hektare.

Dua poin terakhir merupakan gagasan baru yang sebelumnya tidak masuk dalam UU Minerba.

Pemberian IUP untuk perguruan tinggi termuat dalam Pasal 51A yang menyebutkan: “Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

Pemberian dengan cara prioritas itu dilaksanakan dengan mempertimbangkan luas WIUP mineral logam, akreditas perguruan tinggi dengan status paling rendah B; dan/atau peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP mineral logam dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah,” demikian bunyi pasal RUU Minerba.

Sedangkan IUP bagi UMKM diatur dalam Pasal 51B dengan mempertimbangkan peningkatan kerja dalam negeri, jumlah investasi, hingga pemenuhan nilai tambah dan rantai pasok.

Apa alasan DPR merevisi UU Minerba?

Ketua Badan Legislasi DPR, Bob Hasan, mengeklaim alasan merevisi UU Minerba ini untuk menyediakan payung hukum buat pemberian tambang kepada organisasi masyarakat keagamaan dan ormas keagamaan.

Alasan lain, sebagai penyesuaian aturan dalam undang-undang sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-XVIII/2020 serta Nomor 37/PUU-XIX/2021.

Selain itu, Baleg DPR menilai perlu ada aturan baru untuk mempercepat hilirisasi.

“Kedua, perlunya diundangkan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengolah pertambangan, demikian juga dengan perguruan tinggi, dan usaha kecil dan menengah,” ujar Bob saat membuka rapat penyusunan RUU Minerba, Senin (20/01).

Mayoritas fraksi di DPR menyetujui revisi UU Minerba.

Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PAN, Saleh Daulay, mendukung perguruan tinggi mendapatkan izin pengelolaan tambang dengan alasan agar bisa menciptakan lapangan pekerjaan.

Saleh juga beranggapan pemberian tambang ini sekaligus menjadi ilmu langsung yang diterapkan.

“Namun dengan adanya pemberian izin pengelolaan tambang ini, paling tidak dalam bidang pertambangan perguruan tinggi diberikan semacam tantangan untuk membuktikan bahwa mereka memang benar-benar adalah lembaga yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat teoritis, tetapi bersifat praktis yang menciptakan lapangan pekerjaan secara konkret,” katanya seperti dilansir detik.com.

Sementara itu, Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryadi, mendukung usulan perguruan tinggi mengelola tambang karena dianggap punya dampak positif.Tim gabungan penyelamat melakukan operasi pencarian dan penyelamatan orang hilang di tambang emas tradisional di desa Tulabo, Samawa, Gorontalo, Indonesia, pada 10 Juli 2024.

Tim gabungan penyelamat melakukan operasi pencarian dan penyelamatan orang hilang di tambang emas tradisional di desa Tulabo, Samawa, Gorontalo, Indonesia, pada 10 Juli 2024.© Getty Images

Salah satunya, klaim Bambang, untuk mengurangi beban universitas terkait uang kuliah tunggal.

Hanya saja, Anggota Bales DPR dari Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, mempertanyakan apakah pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi akan melanggar undang-undang tentang perguruan tinggi.

Dia juga menyoroti rencana pemberian izin tambang terhadap organisasi masyarakat.

“Kalau diberikan izin usaha pertambangan, apakah itu tidak bertentangan dengan UU PT? Juga usulan untuk Ormas, UMKM. Ke depan nanti orang akan berlomba lomba bentuk Ormas, UMKM supaya kebagian IUP,” jelas Andreas.

Karenanya dia meminta agar Baleg mendengarkan masukan dari berbagai pihak mengenai aturan pemberian izin pertambangan ini. Terutama, kata dia, pendapat ahli dan akademisi.

Karpet merah ormas kelola tambang

Sebelumnya pemerintah di masa kepemimpinan Joko Widodo menandatangani aturan yang membolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan tambang.

Aturan itu keluar setelah Jokowi sempat menjanjikan konsesi pertambangan mineral dan batubara kepada generasi muda Nahdlatul Ulama (NU) dengan alasan “dapat menggerakkan gerbong-gerbong ekonomi kecil” pada 2021.

Pada Mei 2024, pemerintah pun menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Berdasarkan aturan tersebut, pemerintah memungkinkan badan usaha milik ormas keagamaan mendapat “penawaran prioritas” untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang selama ini diprioritaskan untuk badan usaha negara.

Ormas keagamaan juga hanya bisa mendapatkan izin konsesi untuk komoditas batubara di wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).

Tapi aturan itu dikritisi oleh berbagai pihak lantaran dituding bermotif politik, dapat memicu konflik horizontal, hingga memperburuk kerusakan lingkungan akibat tambang.

sources: bbcnewsindonesia

Author: greengorga

Leave a Reply