Pengembangan Energi Panas Bumi di Indonesia: Tantangan Regulasi dan Insentif
Pengembangan energi panas bumi di Indonesia menghadapi tantangan besar terkait regulasi dan keekonomian harga.
Yayan Satyaki, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Padjajaran menilai bahwa tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi hambatan utama investasi dalam sektor energi panas bumi.
Menurut Yayan, peraturan yang sering kali berubah secara tiba-tiba, terutama saat terjadi pergantian kepala daerah, menciptakan ketidakpastian bagi investor.
“Perubahan regulasi yang kurang transparan, seperti waktu pemrosesan izin dan dokumen pendukung yang diperlukan, membuat investor bingung,” ujar Yayan kepada Kontan.co.id, Minggu (10/11).
Pemerintah telah memberikan insentif fiskal seperti tax holiday, pembebasan bea masuk, dan pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB) selama masa eksplorasi untuk menarik investasi.
Meski demikian, Yayan menilai insentif ini belum cukup efektif tanpa adanya harmonisasi regulasi antara pusat dan daerah.
Selain regulasi, tantangan keekonomian harga juga menjadi perhatian.
Internal Rate of Return (IRR) proyek panas bumi di Indonesia berada di atas 10%, lebih tinggi dibandingkan negara-negara pesaing seperti Filipina yang berkisar antara 8-10%.
Yayan menilai keekonomian harga yang lebih kompetitif penting agar investasi energi panas bumi tetap menarik.
Indonesia juga memiliki biaya mitigasi risiko yang relatif lebih tinggi dibandingkan Filipina, yang semakin membebani investor.
Untuk memperkuat daya tarik investasi, Yayan menyarankan agar pemerintah menyelesaikan permasalahan regulasi secara segera dan memastikan kebijakan investasi yang konsisten, khususnya dalam proyek-proyek energi bersih strategis seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Sumber: kontan.co.id