Pengusaha Batubara Sebut Peraturan Khusus Tambang di IKN Menghambat Produksi
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) atau Indonesian Coal Mining Association (ICMA) mengungkap kendala yang dialami para pengusaha tambang batubara terutama yang memiliki wilayah pertambangan di dekat atau di sekitar Ibu Kota Negara (IKN).
Menurut Ketua Umum APBI Priyadi, dirinya telah mendapat banyak keluhan dari para anggota karena wilayah tambang mereka yang tidak bisa berkembang dari tahap eksplorasi ke tahap operasi produksi.
“Ya terus terang saja, sekarang saya sudah mendapat keluhan-keluhan anggota saya yang wilayahnya di lokasi IKN berpotensi tidak bisa dinaikkan dari eksplorasi ke operasi produksi, di sana karena dilarang ke wilayah IKN. Yang sebelumnya, itu tidak ada,” ungkapnya dalam sesi diskusi di acara Indonesia Mining Summit 2024, di Jakarta, Rabu (4/12).
Priyadi menambahkan, larangan ini merupakan hambatan dalam proses produksi batubara. Di tengah framing negatif batubara yang menurutnya kurang seimbang.
“Nah, inilah yang menjadi hambatan-hambatan, kurang seimbang. Selain image framing Batubara yang dianggap menjadi barang hitam ya,” tambahnya.
Dia kemudian menyebutkan bahwa peraturan pertambangan di Indonesia mulai banyak berubah banyak sejak tahun 2020-an. Jika dibandingkan dengan peraturan di era 90-an yang masih memberikan hak berkelanjutan (conjuctive title) pada tambang batu bara.
Hak berkelanjutan ini ungkap Priyadi lebih diminati dibandingkan dengan izin usaha kegiatan tambang yang mengalihkan banyak kontrak yang telah berumur puluhan tahun.
“Di era 90-an bahkan sebelumnya, PKPB2B dalam industri batubara diberi hak conjuctive title, mulai dari eksplorasi sampai nanti kegiatan produksinya,” katanya.
”Dengan kondisi tahun 2020-an sekarang ini, itu kondisinya sangat-sangat berbeda, baik dari aturannya, maupun dari sisi masyarakatnya. Kalau keahliannya, jempolan semua,” tambahnya.
Hambatan ini menurut Priyadi juga akan berpengaruh pada kontribusi batubara terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Terutama ketika harga batubara dunia mengalami kenaikan.
“Kalau harga batubara naik, maka PDB itu juga naik. Jadi hitunglah dulu, karena pertambangan itu padat modal dan padat teknologi,” ungkapnya.
Asal tahu saja, produksi tambang, termasuk batubara, saat ini tercatat menjadi penyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terbesar senilai Rp 173 triliun hingga 2023. Atau melebihi komoditas minyak dan gas bumi (migas) yang sekitar Rp 150 triliun.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno mengakui bahwa perkembangan dari data sumber daya dan cadangan mineral dan batubara Indonesia relatif lambat. Hal ini terjadi karena belum masifnya eksplorasi pertambangan termasuk eksplorasi di batubara.
“Eksplorasi yang dilakukan secara detail di Indonesia mungkin masih kurang dari 20%, itulah yang perlu diidentifikasi. Seperti batubara, cekungan kan banyak banget, tetapi yang telah detail sampai eksplorasi belum banyak,” ungkap Tri.
Untuk mempercepat hal tersebut, ESDM ungkap dia akan melakukan evaluasi terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sudah diberikan antara tahun 2024-2026.
“Ke depan, menurut saya 2-3 tahun ke depan, pastinya ada penambahan sumber daya cadangan yang cukup signifikan,” katanya.
Meski memiliki potensi cadangan mineral yang besar, STJ Budi Santoso, ketua Indonesian Association of Geologists (IAGI) mewanti-wanti risiko yang tinggi dari adanya peningkatan eksplorasi.
“Kami masih melihat ada opportunity yang sangat besar meskipun itu berisiko, karena eksplorasi itu risikonya tinggi, cost-nya juga sangat tinggi,” kata Budi.
Untuk meminimalisir hal ini, Budi bilang pemerintah bisa mendukung para penambang melalui 3G yaitu persiapan data geologi, geokimia dan geofisika yang sifatnya regional.
“Kemudian pemerintah juga bisa membuat peta prospektifitas di area mana yang berpotensi ditemukan (cadangan). Kemudian menawarkan kepada industri. Bisa BUMN atau swasta, untuk mendapatkan izin untuk melakukan eksplorasi,” tambahnya.
Adapun terkait ketentuan kegiatan tambang, Ibu Kota Nusantara (IKN) memiliki peraturan khusus yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional IKN.
Tertulis bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masih berlaku dapat melakukan kegiatan penambangan sebagai bagian dari usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya sampai dengan berakhir masa perizinannya, dengan syarat pemegang IUP wajib melaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup pertambangan.
Adapun, jika menilik pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 301.K/MB.01/MEM.B/20, luas wilayah IKN yang dikelilingi area pertambangan adalah 59.874 hektar.
Dengan pembagian 22.071 hektar berada di Kawasan IKN (KIKN) dan 37.803 hektar di Kawasan Pusat IKN (KPIKN).
Dan jika melihat dari jenis komoditas, dibanding jenis mineral lain, batubara masih menjadi komoditas paling banyak. Sebagai tambahan, hingga Juli 2022, terdapat 63 izin pertambangan aktif pada wilayah IKN yang terdiri dari:
1. Satu PKP2B dari perusahaan batubara, PT Singlurus Pratama
2. Satu IUPK dari perusahaan batubara, PT Multi Harapan Utama)
3. 42 IUP Komoditas Batubara; dan
4. 19 IUP Mineral bukan logam jenis tertentu dan IUP Batuan.
Memang jika mengutip data APBI, pulau di Indonesia dengan tingkat produksi batubara terbesar adalah pulau Kalimantan, lebih detail adalah provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Adapun, dari 98 produsen batubara yang tergabung dalam APBI, sepanjang tahun 2023 produksi dari provinsi Kaltim adalah sebesar 238,57 juta ton. Diikuti oleh Kalimantan Selatan 150,91 juta ton, Sumatera Selatan 70,69 juta ton, Kalimantan Tengah 23,73 juta ton, dan Kalimantan Utara 18,28 juta ton.
sumber: kontan.co.id